Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MAKAN DI RUMAH DUKA MENURUT ISLAM

Pada saat kita melayat ke rumah duka, sebenarnya dianjurkan agar kita membawa makanan untuk keluarga duka. Hal ini disamping untuk meringankan beban mereka yang mungkin karena kesedihannya tidak sempat memikirkan masalah makanan, juga sebagai sodaqah dan rasa solidaritas kita kepada keluarga duka. Khususnya bila keluarga duka tersebut kurang mampu secara ekonomis. Dalam sebuah hadis, ketika Ja'far bin Abi Thalib meninggal, Rasulullah bersabda: "Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far, karena mereka telah mengalami musibah yang melupakan mereka dari makanan." (HR. Abu Dawud).

Adapun makanan yang disuguhkan keluarga duka kepada para pelayat, baik karena sekedar menuruti adat padahal keluarga tersebut kurang mampu atau untuk tujuan ritual tertentu, maka perbuatan ini oleh ulama dihukumi haram, karena bisa membebani keluarga duka.

Ini lain dengan apabila makanan tersebut disediakan untuk para pelayat dan handai taulan yang datang dari jauh, maka tentu menyiapkan makanan untuk mereka merupakan hal yang wajar.

Namun, bila makanan atau minuman di rumah duka itu sudah tersedia, maka sebaiknya kita niatkan menghargai suguhan orang lain atau kita anggap sebagai sedekah dari keluarga duka yang pahalanya dikirimkan kepada almarhum. Demikian ini tidak dilarang agama. Namun bila kita niati sebagai ritual, maka makanan tersebut bisa haram atau makruh karena perbuatan demikian oleh para ulama dianggap sebagai salah satu bentuk "niyahah" (meratapi kematian) yang dilarang agama. Hanya yang perlu diperhatikan, hendaknya dalam masalah ini kita perhatikan juga situasi dan kondisi masyarakat dan tradisi keluarga duka. Masayarakat kita banyak yang awam dan tradisi kita juga banyak yang terlanjur mengadopsi ritual-ritual sekitar janazah yang terkadang kurang islami.

Untuk meluruskan tradisi yang demikian itu, tentu perlu secara perlahan-lahan dan kontiyu kita nasehatkan hal-hal yang benar sesuai agama. Mulai dari keluarga kita sendiri dan keluarga-keluarga dekat kita.

Sebagian ulama kita mencoba membuat alternatif dengan mewarnai ritual-ritual jenazah dengan warna-warna Islami, seperti memuati acara-acara peringatan 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari kematian yang asalnya lebih merupakan tradisi warisan non Islam, dengan pembacaan surah Yasin dan doa-doa lainnya. Tentu ini hal yang tidak tercela bila memang tradisinya sulit diubah. Namun juga ada yang patut kita sayangkan, dimana alternatif yang dibuat justru terkadang berlebihan, sehingga menjadi hal yang tidak lagi mencerminkan keislaman, seperti berkhataman al-Qur'an sampai bermalam-malam di atas kuburan. Tentu ini perlu secara baik disadarkan dan diluruskan.

Wallahua'lam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar